Khabar – Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Quran berkaitan dengan perlakuan
terhadap sesama manusia.
Perkataan yang baik dan pe mberian maaf lebih baik daripada sedekah yang disertai
dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima)
(QS Al-Baqarah [2]: 263).
Di sisi lain Al-Quran menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan
secara wajar. Nabi Muhammad SAW –misalnya– dinyatakan sebagai manusia seperti
manusia yang lain.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan
rumahmu sebelum kamu meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya (QS
An-Nur [24]: 27). Salam yang diucapkan itu wajib dijawab dengan salam yang
serupa, bahkan juga dianjurkan agar dijawab dengan salam yang lebih baik (QS
An-Nisa’ [4]: 86). Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia (QS Al-Baqarah
[2]: 83).
Bahkan lebih tepat jika kita berbicara sesuai dengan keadaan dan kedudukan
mitra bicara, serta harus berisi perkataan yang benar,
"Dan katakanlah perkataan yang benar” (QS Al-Ahzab [33]: 70).
Tidak wajar seseorang mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar
pula berprasangka buruk tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang,
dan menyapa atau memanggilnya dengan sebutan buruk
(baca Al-Hujurat [49]: 11-12).
Yang melakukan kesalahan hendaknya dimaafkan. Pemaafan ini hendaknya
disertai dengan kesadaran bahwa yang memaafkan berpotensi pula melakukan
kesalahan. Karena itu, ketika Misthah –seorang yang selalu dibantu oleh Abu
Bakar r.a.– menyebarkan berita palsu tentang Aisyah, putrinya, Abu Bakar dan
banyak orang lain bersumpah untuk tidak lagi membantu Misthah. Tetapi Al-Quran
turun menyatakan:
Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu
bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabat(-nya),
orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah dijalan Allah, dan hendaklah
mereka memaafkan, serta berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah
mengampuni kamu? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS An-Nur [24]: 22).
Sebagian dari ciri orang bertakwa dijelaskan dalam Quran surat Ali Imran
(3): 134, yaitu: Maksudnya mereka mampu menahan amarahnya, dan memaafkan,
(bahkan) berbuat baik (terhadap mereka yang pernah melakukan kesalahan
terhadapnya), sesungguhnya Allah senang terhadap orang yang berbuat baik.
Dalam Al-Quran ditemukan anjuran, "Anda hendaknya mendahulukan
kepentingan orang lain daripada kepentingan Anda sendiri.”
"Mereka mengutamakan orang lain daripada diri mereka sendiri, walaupun
mereka amat membutuhkan”
(QS Al-Hasyr [59]: 9).
Jika ada orang yang digelari gentleman –yakni yang memiliki harga diri,
berucap benar, dan bersikap lemah lembut (terutama kepada wanita)– seorang
Muslim yang mengikuti petunjuk-petunjuk akhlak Al-Quran tidak hanya pantas
bergelar demikian, melainkan lebih dari itu, dan orang demikian dalam bahasa
Al-Quran disebut al-muhsin
|